Jeremy Burgess bicara tentang Rossi, Ducati, dan Yamaha

Racing Off Season Drives Me Crazy!!!

Yup, betul sekali saudara-saudara. Racing off season drives me crazy. Disaat hampir semua perhelatan balap sedang istirahat seperti sekarang ini, tiap akhir pekan serasa garing kering kerontang. MotoGP rehat. F1 Istirahat. WSBK juga. Balap Touring, Rally, de-el-el ikutan kompak berhenti juga. DH udah mencoba (berkali-kali) menyukai dan mendalami jadi pehobi sepakbola selalu gagil. Nasibbbbb…

Untuk mengisi waktu luang, biasanya DH isi dengan browsing-browsing iseng. Apa yang DH cari di internet ya nggak jauh dengan kesukaan DH alias racing. Ndilalah DH menemukan artikel tentang wawancara dengan Jeremy Burgess / JB (bukan Justin Bieber yah) di motomatters.com . Sangat menarik, karena JB bicara blak-blakkan dan menumpahkan semua isi hatinya setiap kali menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Mick Fialkowski. Memang udah agak ‘basi’ sih, karena wawancara itu dilakukan pada bulan November 2013. Namun tetap saja bagi DH isinya amat sangat menarik dan lumayan mengobati rasa ‘kentang’ menanti musim balap 2014 kembali bergulir.

Berikut DH lampirkan hasil copas dari wawancara tersebut. Untuk menghormati sang empunya artikel, DH sajikan full lengkap, tanpa ada satupun kalimat yang diedit. Dan untuk memudahkan pembaca, DH akan coba menterjemahkan. Tapi jangan diledek yah klo terjemahannya aneh hehehehe…

valentino-rossi-dan-jeremy-burgess-2-3

‘Following Valentino Rossi’s shocking decision to part ways with his long-term crew chief Jeremy Burgess, there has been much speculation about Rossi’s reason for the split. Mick Fialkowski spoke to the experienced Australian earlier this year at the Sachsenring, where Burgess shed some light on the last few seasons of their cooperation. Burgess told Fialkowski about their time at Ducati, the return to Yamaha, and where Rossi has struggled this season. With the benefit of hindsight, this interview makes for a highly illuminating read.’

‘Menyusul keputusan mengejutkan Valentino Rossi untuk berpisah dengan Jeremy Burgess, yang tak lain adalah kepala mekaniknya yang selama ini setia menemaninya, tak pelak telah banyak menimbulkan spekulasi. Ada apa sih dibalik perpisahan itu. Mick Fialkowski melakukan wawancara dengan JB di Sachsenring, di mana Burgess menjelaskan tentang kerjasama mereka dibeberapa musim terakhir. Tentang kenangan mereka di Ducati, lalu kembali ke Yamaha, dan mengapa Rossi sangat kesulitan dimusim ini. Semoga wawancara ini bisa memberikan penjelasan dan pencerahan bagi pembaca’.

Mick Fialkowski: Jeremy, what went wrong at Ducati when you were there for two years with Valentino between 2011 and 2012?

Mick Fialkowsi: Jeremy, apa yang terjadi di Ducati ketika anda berada disana selama 2 tahun bersama Valentino antara tahun 2011 dan 2012?

Jeremy Burgess: I think you probably have to ask that to Ducati, because we tried very hard to get them to work in a way that we had been using for many years but unfortunately it was a mentality of Ducati which even Valentino wasn’t able to change. As much as we tried and as you can see this year, the situation doesn’t seem to have improved significantly at all. I think there have to be some really big changes in the way Ducati believes that they should go about their MotoGP racing.

Jeremy Burgess: Saya rasa anda harus menanyakan itu ke pihak Ducati, karena kita sudah berusaha maksimal untuk ‘merubah’ cara kerja mereka agar sesuai dengan metode yang kami gunakan secara bertahun-tahun, tetapi sayangnya ternyata hal itu merupakan mental kerja Ducati yang gagal dirubah oleh Valentino. Sekeras apapun usaha kita, seperti yang ada lihat situasinya gak pernah ada perkembangan yang signifikan. Saya rasa Ducati memerlukan reformasi besar-besaran dalam cara pandang mereka untuk memutuskan apa yang musti mereka lakukan dalam balap MotoGP.

Q: What do they need to change?

Q: Perubahan apa yang mereka butuhkan?

JB: The people at the circuit are very good. These projects are not lost by the people working at this level. The people in each garage here work to the level of the equipment and the funding that they have. If there is somebody in the higher position that is blocking the development or not believing what the riders are saying and believes that their design is OK, then this is when it suffers at the race track. Ducati regularly tests in Mugello, they compete in MotoGP and see the results every week. It’s really in the hands of the directors of the engineering group to put the right people in place back in Ducati.

JB: Punggawa Ducati sudah sangat bagus. Proyek MotoGP mereka tidak kehilangan arah karena SDM. Siapapun itu, telah bekerja dengan dukungan peralatan dan dana yang mumpuni. Jika ada seseorang yang posisinya tinggi disana, yang menghalang-halangi pengembangan atau nggak mendengarkan apapun masukan dari para pebalap, namun terlalu pede dengan hasil pemikirannya, hasilnya ya seperti terlihat disirkuit. Kita sangat kepayahan. Ducati secara reguler menggelar test di sirkuit Mugello, dan mereka bertarung di MotoGP dan melihat hasil (buruknya) setiap Minggu. Semuanya bergantung pada pentolan-pentolan bagian engineering untuk mengembalikan orang yang tepat ke Ducati.

Q: After years with Honda and Yamaha, were there any significant differences between working with a Japanese and an Italian factory?

Q: Setelah bertahun-tahun bersama Honda dan Yamaha, apakah ada perbedaan signifikan dan mendasar antara bekerja dengan pabrikan Jepang dibandingkan dengan pabrikan Italia?

JB: Very much so. The Japanese factory listens to what we say and responds to our requests. Ducati, whether they’ve listened, they’ve heard, for sure, but they didn’t respond. They believed for some reason that what they’ve had was good enough and that in some miraculous way everything would be OK next week. And then it wasn’t and of course you start to lose the bond between the engineers and the rider to work together to improve the machine. Fundamentally Ducati needs to regroup, go back, try and build again and perhaps hire the very best rider, change their structure and their strategy somewhat.

JB: Jelas berbeda. Pabrikan Jepang selalu mendengarkan semua masukan dari kita dan langsung meresponnya. Nah di Ducati, mereka sih selalu mendengarkan, namun mereka nggak pernah merespon. Mereka sangat percaya dengan berbagai pertimbangan apa yang mereka punya (motor) sudah cukup bagus, dan selalu percaya ‘keajaiban’ semuanya akan baik-baik saja di balapan berikutnya, padahal kenyataannya tidak. Dan tentu saja anda akan kehilangan ‘ikatan’ antara mekanik dan pebalap yang senantiasa berusaha bekerja sama dalam mengembangkan motor. Secara fundamental, Ducati membutuhkan reformasi manajemen, dan lalu kembali mencoba membangun sesuatu. Bisa dengan cara dengan memakai jasa pebalap terbaik, merubah struktural tim, strategi, dan lain-lainnya.

Q: What were your first thoughts when Vale told you that you’re going back to Yamaha for 2013?

Q: Apa yang ada pikirkan pertama kali ketika Vale bilang ‘kamu akan balik lagi ke Yamaha di 2013’ ?

JB: I for one was really happy. I never wanted to leave Yamaha. We were winning races here. We had a year in 2010 with his broken leg at Mugello but that was the first really bad injury that Valentino had suffered. Jorge was getting stronger. We had the same bikes, we were the world champions in 2009 and 2010. We were winning races in 2010 even with the injury to his shoulder which he suffered earlier in the season. We missed some races with his leg injury of course. He had surgery on the shoulder at the end of the season but of course by that time he had made a decision to go to Ducati. Ducati wanted me and the team to go with him, so we did.

JB: Ya sangat hepi. Karena sebetulnya saya nggak pernah ingin meninggalkan Yamaha. Kita sangat sukses memenangi banyak balapan. Pada 2010, Vale ndlosor dan kakinya patah. Itu insiden Vale terparah sepanjang kariernya. Sedangkan Jorge pada saat itu semakin kuat. Mereka berdua mendapatkan motor yang sama. Kita dulu di Yamaha adalah Juara Dunia pada 2009 dan 2010. Valentino bahkan memenangkan beberapa seri balap dengan cidera di pundaknya gara-gara ndlosor di awal musim, walaupun akhirnya sempat absen juga dibeberapa seri karena cidera patah kakinya. Di akhir musim Vale naik meja operasi untuk memulihkan pundaknya, dan pada saat itu juga dia memutuskan untuk pindah ke Ducati. Ducati menginginkan saya dan seluruh kru saya untuk pindah dengan Vale. Dan lalu saya melakukannya.

Q: How difficult was it to leave Yamaha back in 2010?

Q: Seberapa sulitkah keadaannya ketika meninggalkan Yamaha pada 2010?

JB: From the point of a new challenge with Ducati I thought it would be interesting. You always learn something new by going somewhere else. It was an experience to work with Ducati. I learned a lot. In many cases I’ve learned what not to do. The Ducati people at the circuit are absolutely fantastic. But from the point of view of leaving Yamaha, there was no reason to leave Yamaha in my opinion. Valentino perhaps felt that Jorge was getting stronger and it was perhaps an opportunity to establish himself as the number one rider in Ducati. Unfortunately the results didn’t come.

JB: Jika dilihat dari sisi tantangannya sih sangat menarik. Anda akan senantiasa belajar dari sesuatu yang baru. Benar-benar pengalaman yang bagus bersama Ducati. Saya belajar banyak. Dalam beberapa kasus saya belajar untuk tidak melakukan sesuatu. Semua punggawa Ducati di sirkuit adalah orang-orang yang fantastik. Tapi jika dilihat dari sisi ‘meninggalkan Yamaha’, saya menyadari bahwa sebenarnya tidak memiliki alasan untuk pergi. Mungkin Valentino merasa Jorge semakin kuat dan kencang, dan mungkin dengan pindah ke Ducati maka perlakuan sebagai rider utama disana sangatlah besar. Namun sayang, performanya nggak juga kunjung bagus.

Having said that I can go back even further. There was no need to leave Honda in one sense but I’m very glad we did in 2003. We had won the last three world titles, we had a very good bike, team and a very good rider, but as Valentino said, there’s more than that. He wanted another challenge and that challenge was to come to Yamaha which hadn’t won another title since 1992. We were able to deliver that championship for Yamaha in 2004 and 2005, which was fantastic. Perhaps there was some sort of belief that we would be able to do that again in Ducati, but the challenge was just beyond us.

Jika ditarik lagi ke masa lampau, jikalau dipikir-pikir sebenarnya nggak perlu lah meninggalkan Honda. Tapi pada waktu itu saya sangat senang kita akhirnya melakukannya di 2003. Kurang apa lagi coba? Kita menjadi kampiun berurutan di 2001-2003, kita punya motor terbaik, tim, dan pebalap yang kencang. Pada saat itu Valentino berujar ‘kita masih bisa berbuat lebih’. Dia menginginkan tantangan baru, dan tantangan itu berlabuh ke Yamaha yang terakhir jadi kampiun di 1992. Lantas kita ternyata mampu mempersembahkan gelar untuk Yamaha di 2004-2005, yang amat sangat fantastis. Mungkin karena pengalaman itu, yang membuat kita yakin ketika masuk ke Ducati, namun ternyata kenyataannya diluar kemampuan kita.

Q: Half way into the your first season back with Yamaha, what are the major differences between the M1 from 2010 and this year’s bike?

Q: Setengah tahun pertama ketika Anda kembali ke Yamaha di 2013, apakah anda menemukan perbedaan yang signifikan antara M1 versi 2010 dan versi 2012?

JB: They’re still very similar. The actual layout of the bike and the appearance, if you looked, like I’ve always said to the people at Ducati; the handlebars, the grips, brakes, levers, these are parts that once you have them right, you never have to change them, because the human body doesn’t change. The vision of the bike is the same. The aerodynamic package is the same. The engine is of course the 1000cc. We’re a little bit longer in the wheelbase because of the extra power but conversely when we went to the 800s in 2007, we went shorter with the wheelbase. Essentially the bike is the same with the normal developments you’d expect with pushing the boundaries each year. Of course we had to come back to a 1000cc with a fixed diameter of the bore, which is 81mm, whereas before that was open, and we have 5 engines. There are challenges for the engineering group but the general layout of the bike, with the suspension, brakes and chassis is just trial and error and experiment, but the general appearance is more or less the same.

JB: Kedua motornya masih sangat mirip-mirip. Anda bisa lihat dari lay-out dan desainnya. Seperti yang saya sering kali bilang ke punggawa Ducati : grip gas, rem, settingan gaya riding, adalah bagian dari motor yang jika sudah ketemu pasnya, jangan pernah diutak-atik, karena tubuh manusia nggak berubah. Visi dari motor-motor (versi 2010/2013) itu relatif sama. Aerodinamika-nya pun kurang lebih juga sama. Mesinnya tentu saja ada perubahan jadi 1000cc, yang berakibat semakin molornya wheel base (jarak sumbu roda) akibat semakin bertambahnya power, namun secara keseluruhan jika dibandingkan dengan motor versi 2007 (awal regulasi 800cc), wheel base kita malah semakin pendek. Pokoknya secara esensi motornya masih sama saja, metode pengembangannya pun sama aja, selalu berusaha lebih dekat dengan batas kemampuan motor setiap tahunnya. Perubahan lainnya selain kapasitas mesin menjadi 1000cc, diameter piston yang dipatok 81mm, adalah pembatasan mesin yang hanya 5 buah. Sedangkan sebelumnya tidak ada pembatasan. Memang sih ada beberapa pengembangan yang dilakukan Yamaha, seperti ngutak-ngatik suspensi, rem dan sasis. Namun semua itu hanya coba-coba dan eksperimen. Secara keseluruhan penampakan motornya (versi 2010/2013) sih lebih kurang sama aja.

Q: You’ve had some turn-in problems earlier in the season and Valentino said the tyres are a bit different now to what they were in the past with a softer construction front. What was wrong and how did you managed to fix it?

Q: Anda mengalami masalah susah belok pada motor Ducati dari pertama kali Vale turun dan mencobanya, dan menurutnya adalah karena penggunaan kompon ban depan yang jika dibandingkan dengan musim sebelumnya menggunakan kompon yang lebih lunak. Lantas yang salah itu apanya dan bagaimana cara anda untuk memperbaiki masalah tersebut?

JB: They changed the tyres three or four races into last year and this was something that wasn’t a very clever thing to do. I remember Casey and the Hondas complaining a lot about that. I was very much of the opinion that they [Stoner and Honda] were right that this softer construction tyre wouldn’t suit Valentino’s riding style, but on the Ducati it wasn’t as obvious as it is when you come back on a good bike where you want to improve your lap time by putting more pressure on the front tyre. It was always my feeling that this tyre wouldn’t suit Valentino at all and this has been proved to be correct. We’ve had to go about a lengthy testing procedure after Barcelona and in Aragon, to arrive at a front suspension setting that minimizes the wheel rate loading on the front tyre.

JB: Mereka (Dorna) tiba-tiba merubah regulasi ban di tiga atau empat balapan terakhir, dan ini merupakan kebijakan yang sangat nggak bijak. Saya masih ingat Stoner(ketika masih di Ducati) dan HRC mengeluhkan tentang itu. Saya sependapat dengan keluhan mereka, dan kebetulan kompon ban yang lebih lunak kurang pas dengan karakter riding Valentino. Tapi di Ducati itu hal itu terabaikan karena ketika Valentino kembali nunggang motor dan ingin meningkatkan laptime dengan cara menempatkan lebih banyak tekanan pada ban depan, selalu gagal. Saya selalu yakin bahwasannya jenis ban ini gak akan cocok dengan gaya Valentino dan memang terbukti seperti itu kenyataannya. Kita telah berusaha melakukan tes panjang setelah seri Barcelona dan Aragon, untuk fokus pada suspensi depan yang bertujuan meninimalkan beban pada roda depan (pada saat pengereman).

Q: So what have you actually changed?

Q: Lantas apa yang sebenarnya anda rubah?

JB: If I’d told you, other people would probably find out, so we’d let the other engineers do exactly what we’ve done and if their riders don’t have the problem, there’s no need for them to do it, because with different positions of the front wheel, different amounts of weight and different amount of transfer load are placed on the tyre, depending on how you like to ride the bike and what sort of riding style do you have, the problem might not has been as great for those guys. And if you’re half a second a lap slower, maybe it wouldn’t be a problem either, but for Valentino it was and my job is to make the bike suitable for Valentino. That was one of the challenges that we’ve had when we came back. The bike had of course been developed in a general way for Jorge and he’s been very strong as a rider for the last few years, so as much as we’ve tried to ride his style of bike, we found out that more and more we needed something a little bit different, so it took us some time together with Yamaha to do this, but Yamaha would do this, unlike Ducati who didn’t seemed to wanted to do enough.

JB: Jika saya menerangkan, mekanik (Ducati) lainnya akan ikut-ikutan repot mencari-cari, jadi saya membiarkan mekanik lainnya untuk mencari sendiri. Dan jika pebalapnya tidak menemukan masalah, ya berarti nggak perlu melakukan perubahan apapun. Karena posisi setelan ban depan kan beda-beda, setelan distribusi berat juga beda-beda. Itu semua bergantung dari karakter dan riding style si pebalap yang ditangani. Dan mungkin saja bagi pebalap lain gak pernah ada masalah apapun. Dan jika ada pebalap yang ketinggalan 1/2 detik/lap, mungkin buatnya tidak jadi masalah besar, tapi lain cerita bagi Valentino. Dan sudah menjadi tugas saya untuk membangun motor yang cocok bagi Vale. Ketika kita balik kandang ke Yamaha, merupakan tantangan tersendiri memberikan Valentino motor kompetitif, dimana motor itu adalah hasil masukan dan pengembangan Jorge. Dan kita semua tau Jorge amat sangat kencang beberapa tahun terakhir ini. Maka dari itu setiap kali saya membutuhkan pengembangan motor yang berbeda bagi Valentino, Yamaha selalu dengan senang hati bekerja sama. Tidak seperti Ducati yang sepertinya cuek saja.

Q: The turn-in problems Valentino had earlier this year, was that something similar to the Ducati’s understeer from last two years? If so, would that change you’ve made recently, worked with the Ducati too?

Q: Masalah kesulitan setiap masuk tikungan menghantui Valentino di awal tahun ini, apakah itu mirip-mirip dengan yang dirasakan ketika masih di Ducati? Jika itu benar, apakah usaha yang telah ada perbuat, mujarab di motor-motor Ducati?

JB: The problem is perhaps similar in general terms but it’s not similar at all. The Ducati wouldn’t turn. The problem we had with Valentino this year was that when we went to the qualification, the extra pressure he’d put on the bike to load the front to maximize the performance of the bike, compressed the tyre too much and then the bike wouldn’t stop. This is different again. It was a braking issue and a tyre load. The Ducati on the other hand doesn’t have enough pressure on the front tyre and it was a turning thing. It was an understeer problem constantly with the Ducati and also an engine that was way too powerful for the chassis that they had.

JB: Masalahnya secara keseluruhan sih mirip-mirip, tapi ya nggak bisa disamain juga. Ducati itu susah belok. Sedangkan masalah yang kita hadapi sepanjang tahun ini adalah setiap kali sesi kualifikasi, saat Valentino melakukan tekanan yang lebih besar pada ban depan untuk memaksimalkan potensi motor (pada saat nikung), ternyata sangat membebani ban depan. Hasilnya si motor susah untuk berhenti (untuk bersiap nikung). Intinya masalah kami di Yamaha adalah tentang pengereman dan beban ban. Bedanya dengan Ducati itu, justru motornya gak punya tekanan yang cukup di sektor depan, makanya susah belok. Itu merupakan penyakit bawaan Ducati. Ditambah lagi sasis mesinnya kurang bisa mengimbangi mesinnya yang terlalu powerful.

Q: Anything in particular still holding you up with the Yamaha?

Q: Apakah anda masih punya ‘pe-er’ kerjaan di Yamaha?

JB: At this moment we’re still experimenting with the linkage systems with the bike but we’re closer than we have been. Unfortunately Sachsenring and Laguna Seca make it very difficult to really test anything because they’re quite unique. It’s better to just get on with the job and get through it. That’s what we’ve done here, we’ve worked with the hardware that we’ve had from Assen and we’ve got a lot of work to do as well with engine mapping for the race. To use all of our practice time to try and develop something is probably not the wisest thing on these two circuits. It’s better to take what you know. When we get to Indianapolis, which is perhaps more normal and Brno for sure, we’re in a position to move forward again, I hope.

JB: Saat ini saya masih ngutak-ngatik sistem penghubung (pada sasis), dan hasilnya lumayan. Sayangnya di sirkuit Sachsenring dan Laguna Seca sangat sulit untuk mengujinya (linkage system). Sangat penting untuk tetap fokus bekerja dan menjalani saja. Itulah apa yang kami kerjakan disini (Sachsenring). Kita menguji settingan perangkat keras yang kita gunakan di Assen, dan kita juga buanyak pe-er untuk ngeset engine mapping. Sepertinya sangat nggak bijak jika kita melakukan riset dan pengembangan pada saat sesi latihan (pra-balap), mending saya melakukan semua yang saya ketahui untuk setup. Harapan saya di Indianapolis dan Brno posisi kita nggak begitu jauh tertinggal. 

Q: How is Valentino after these two difficult years? Has he changed in any way?

Q: Bagaimana dengan Valentino setelah melewati dua tahun yang mengecewakan. Apakah ada perubahan pada dirinya?

JB: Hopefully he won’t think about moving again! I think he was disappointed of course that the things at Ducati didn’t work. He always believed that he was a better rider than the results were showing. As he said to me on one occasion; “I might not be at the level of Jorge and Casey as I was then, but I’m not seventh or eight” – and I think that has been proved by coming back to Yamaha. We might not be at Jorge’s level, but we’re capable or racing with Dani and others, and if Jorge isn’t at the race for one reason or another, or isn’t at full strength, we also have some advantages over him.

JB: Semoga saja dia nggak pernah kepikiran untuk pindah lagi! Saya merasakan dia amat sangat kecewa gagal di Ducati. Dia selalu meyakini bahwa dia masih bisa lebih baik, setiap kali saya menyodorkan data performanya. Seperti yang pernah ia ucapkan padaku : ‘ Saya mungkin nggak berada dilevel Jorge dan Casey, tapi saya nggak diposisi tujuh atau delapan juga kelesss’ – dan saya yakin dia telah membuktikan itu ketika kembali lagi ke Yamaha. Kita mungkin belum selevel dengan dengan Jorge (saat ini), tapi kami punya potensi ke arah itu. Kita masih bisa meladeni Dani dan lainnya. Dan jika Jorge nggak turun balap karena satu dan lain hal, atau turun tapi nggak dengan kondisi prima, otomatis kita masih bisa diuntungkan.

Q: As a rider, has Valentino learned anything new with Ducati?

Q: Sebagai pebalap, apakah Valentino belajar banyak hal baru dari Ducati?

JB: I think that for the art of motorcycle racing there was absolutely nothing to be learned from Ducati, but from the point of view of a human being, I think the lesson is to learn very carefully before you jump ship.

JB: Jika dilihat dari sudut pandang ‘Seni dalam Balap Motor’, nggak ada pelajaran yang bisa diambil dari Ducati. Tapi jika dilihat dari sudut pandang ‘pebalap juga manusia’, menurut saya pelajaran yang bisa ia ambil adalah ‘pikirin lagi masak-masak sebelum memutuskan pindah kapal’

Q: Your relationship over the last few years, has it changed, evolved?

Q: Hubungan anda dengannya (Rossi), apakah berubah? Atau berevolusi?

JB: Not at all. We’re here for the same reasons and perhaps we haven’t won as much in the last three and a half years. We came back here, we need to make some changes, we had a victory already and believe we can improve on this. As long as we can race at the front, for the podium, I think we can tell by how many people are out there waving flags for Valentino, that he’s an important part of this.

JB: Tidak ada perubahan. Kita berada disini (Yamaha) untuk alasan yang sama. Memang sih kita belum lagi merasakan banyak kemenangan kayak dulu selama tiga tahun setengah terakhir. Kita telah kembali, kita sangat membutuhkan ada perubahan, kita sudah memenangkan satu seri (Assen), dan kita sangat percaya kita masih bisa berkembang. Selama kita memulai balapan dari barisan depan, bersaing meraih podium, kita bisa menyampaikan pesan pada penonton yang melambaikan bendera bagi Valentino, bahwa hal itu sangat penting baginya.

Q: What are the differences between Valentino and Jorge in terms of their riding styles?

Q: Apa sih perbedaan riding style antara Valentino dan Jorge?

JB: Valentino’s riding style is the riding style of a very experienced rider, who’s been around and won Grand Prix races for a long time. Perhaps he’s a little bit more conservative and by being more conservative he’s a little less at risk. He’s still very good over a race distance, he’s consistent, as long as he doesn’t get tangled up with Bautista or people like that. We’re talking about a guy who has won nine titles, so anybody who has won nine titles in any sport is not going to be young. You have age, experience, you have Jorge who has won two titles in 250s and two in MotoGP, he’s still only 26 years old and probably at the peak of his experience, fitness and desire and still very strong. Valentino is keen and enjoys the racing very much but there are differences at all levels. If we can give Valentino a bike that he’s very comfortable with, he can race very well.

JB: Gaya Valentino itu gaya pebalap yang sarat pengalaman, yang selama ini masih eksis dan pernah jadi juara. Mungkin dia sedikit konservatif, dan karena konservatif dia bertipe yang berhati-hati dengan resiko. Dia masih sangat bagus jika membalap full-race, konsisten, selama dia nggak tertahan oleh pebalap lainnya, contohnya Bautista. Jika kita bicara Rossi, kita berhadapan dengan pebalap dengan koleksi sembilan jurdun, dan siapapun yang memiliki gelar sebanyak itu di cabang olahraga apapun, pasti umurnya nggak muda. Lain halnya dengan Jorge. Dia pernah jadi kampiun 250cc dua kali dan jurdun MotoGP dua kali juga. Usianya baru 26 tahun dan kemungkinan performanya sedang dalam kondisi puncak. Kondisi fisik dan keinginannya masih sangat kuat. Valentino masih sangat mencintai dan menikmati balapan, namun sekarang levelnya sudah berbeda. Tapi jika Valentino bisa mendapatkan motor yang membuat dirinya nyaman, dia masih mampu membalap dengan sangat bagus.

Q: If you overlay data of a lap of Vale and Jorge with similar lap times, where’s the difference as far as how they brake, which lines they take and so on?

Q: Jika anda membandingkan data performa antara Vale dan Jorge, dimanakah perbedaan antara keduanya dalam hal pengereman, racing line, dan lainnya?

JB: Valentino’s change of direction might be slightly slower than Jorge’s but would be more safe. If the lap times are the same, pretty much most of the data is so close to identical, you can’t see any difference but if Jorge is faster, normally there’s a little bit more risk. But it’s not a risk for Jorge. We have to give Valentino a setting that he’s comfortable to push at that level with and that’s what we try to do all the time.

JB: Perubahan arah motor yang dilakukan Rossi sedikit lebih lambat dibandingkan Jorge, tapi lebih aman (dari resiko ndlosor). Jika laptime keduanya sama kuat, secara umum perilaku balap mereka identik. Tapi jika Jorge mampu lebih cepat, biasanya resikonya lebih besar bagi Jorge (untuk ndlosor). Namun bagi Jorge hal itu bukan merupakan resiko. Saya harus mampu memberikan Valentino motor yang bikin dia nyaman untuk senantiasa menekan lebih jauh, dan hal itu yang selalu saya lakukan setiap waktu. 

Q: Risk?

Q: Resiko? Maksudnya?

JB: Risk is not really the way to explain it. His level of comfort is perhaps a little bit closer to what Valentino would put at risk, but that’s what you get when you go fast and sometimes you crash more. The idea is not to crash. Taking nothing away from Jorge, he’s the World Champion and he’s won most of the races this year so he has done an excellent job. The issues here and in Assen are more or less uncharacteristic and it was just unfortunate.

JB: Resiko itu nggak musti dijelaskan secara harfiah. Level nyamannya Jorge mungkin bagi Rossi udah sedikit masuk ke zona resiko (ndlosor), namun ya hal itu yang akan anda dapatkan ketika anda melaju sangat cepat dan bisa aja terkadang ndlosor. Filosofinya adalah gimana caranya agar nggak ndlosor. Berbicara tentang Jorge, dia adalah jurdun (bertahan) dan dia memenangkan sebagian besar balapan tahun ini. Itu bukti  ia telah melakukan pekerjaan yang sangat baik. Munculnya berbagai macam isu di sini (Sachsenring) dan di Assen itu hal yang biasa walaupun sangat disayangkan.

Q: Valentino is now saying he’s confident he can fight for the wins for the rest of the season. How do you see it and what are your expectations?

Q: Valentino sesumbar bahwa ia sangat pede bisa ikut bersaing meraih podium teratas di sisa musim ini. Bagaimana menurut anda dan apa ekspetasi anda terhadapnya?

JB: I’d like to think that we can win more races and from my experience you need to win basically six races to win the title. We’ve won one of seven so we’ve got a lot of work to do. If we can win some more in the future, then we’ve got a chance to look at that situation. As we’re standing here this afternoon, the championship is in a very interesting position, because if Jorge and Dani don’t ride in Germany tomorrow and both miss Laguna Seca for example, you could see that four or even five riders are very close in the championship, which would create a very interesting nine or ten races.

JB: Saya pikir kita masih bisa lebih banyak memenangkan seri balap, dan menurut pengalaman saya pebalap yang ingin jadi jurdun harus mampu memenangi minimal enam seri balap permusim. Kita sudah memenangi satu dari tujuh seri yang telah berlangsung dan masih buanyak yang harus kita lakukan. Jika kita bisa memenangi beberapa seri lagi kedepan, baru deh kita punya kesempatan kesana (jurdun). Seperti yang terjadi pada saat ini, klasemen pebalap sangat menarik. Karena jika Jorge dan Dani gagal tampil di Jerman besok dan keduanya kembali gagal turun di Laguna Seca, anda akan menyaksikan empat atau bahkan lima pebalap poinnya padat merayap. Ujung-ujungnya disisa sembilan atau sepuluh seri terakhir akan sangat seru ditonton.

Q: Your thoughts on Jorge racing at Assen with a collarbone broken two days earlier?

Q: Pendapat anda menyaksikan Jorge turun balap dengan cidera tulang selangka di Assen?

JB: The right decision in the end, you’d think. I have absolute faith in these guys and their ability. They are not going to put themselves at risk or their competitors. This is not a club game, it’s the top level. If anything, Assen was a race of many parts; Valentino winning, Espargaro beating the factory Ducatis, the disaster of the Ducatis, Jorge’s brilliant ride and then Dani who didn’t capitalize on the situation where he should have taken the maximum points away from Jorge and for some reason which we have never found out, he was unable to do that. From Jorge’s point of view it was clearly a great decision to ride there. Before it happened everybody would have had question marks perhaps but after the results we saw a race of many stories.

JB: Yah, pada akhirnya terbukti itu keputusan yang tepat. Saya bener-bener salut sama orang-orang ini (pebalap motogp). Ini bukan klub main-main, ini top level. Di Assen banyak sekali terjadi drama : Valentino menang, Espargaro ngesepin duo Ducati pabrikan, akhir pekan yang buruk bagi Ducati, Jorge yang membalap dengan brilian, dan Dani yang diluar dugaan gagal memanfaatkan situasi untuk menjauhkan poinnya dari Jorge. Anehnya, kita nggak habis pikir kenapa Dani gagal memaksimalkan keuntungannya. Jika dilihat dari sudut pandang Jorge, jelas keputusan turun balap sangatlah tepat. Sebelum balap Assen dimulai publik banyak yang bertanya-tanya, namun setelah usai kita menyaksikan banyak sekali terjadi drama.

Q: What if Valentino says “I’m going to Suzuki in 2015”?

Q: Bagaimana jika Valentino bilang gini “2015 saya mau ke Suzuki’?

JB: I think we could talk hypotheticals forever but I’m very happy at Yamaha. If someone like Valentino were to make a decision like that, and I don’t think for one moment it would happen, I think it’s a 1000% unlikely, because Yamaha has been so good to him to come back here. His future after his retirement is very locked into the promotion and ambassadorial type role with Yamaha, so to go to Suzuki is probably the silliest thing I’ve heard for some time. I’m ready for retirement so if he were to make a sort of decision of that sort, whether that’s there or somewhere else, I’m quite comfortable to go home and do other things.

JB: Kita bisa aja berdebat selamanya tapi faktanya saya amat hepi berada di Yamaha. Jika Valentino berniat untuk melakukannya, dan walaupun disatu sisi saya nggak yakin akan jadi kenyataan, namun faktanya saya yakin kok itu 1000% nggak kejadian. Karena Yamaha sudah sangat baik kepadanya mau menampungnya kembali. Masa depan Valentino pasca pensiun akan ‘terkunci’ dengan rencana pengukuhan dirinya sebagai brand ambassador Yamaha. Sehingga untuk menuju Suzuki bagi saya mungkin akan menjadi hal terkonyol. Dan jikapun memang benar terjadi, saya lebih siap memilih untuk pensiun. Saya akan lebih tenang untuk pulang kampung dan mengerjakan hal-hal lainnya.

Q: … and if he were to stay with Yamaha beyond 2014?

Q: … dan jika ternyata setelah 2014 dia masih membela Yamaha?

JB: I would be happy to stay. It doesn’t change anything. If he’s happy to keep going, and he’d only be happy if he’s getting the results which he considers worthwhile, if he’s not getting those results, he’d probably do something else.

JB: Saya akan dengan senang hati menemani. Tapi hal itu tak akan merubah segalanya. Jika dia hepi dia akan lanjut (bersama yamaha), dan dia akan betah jika performanya sepadan. Namun jika dia nggak mendapatkan hasil yang dia inginkan, mungkin dia akan melakukan hal lainnya.

Tentang duniahariyadi

Ordinary man. Ordinary daddy. Sangat menyukai benda beroda dan bermesin, travelling dan kuliner.
Pos ini dipublikasikan di Motogp, Valentino Rossi. Tandai permalink.

5 Balasan ke Jeremy Burgess bicara tentang Rossi, Ducati, dan Yamaha

  1. 0yoo berkata:

    mmg rada telat msbro tp puas soale sampean ulas utuh, kenyangg pokoke 😀
    mg g bosen ulas motogp lain waktu

  2. SpongeGar berkata:

    Pembahasannya gamblang…

  3. dave berkata:

    mantap bro,,
    btw bukan nya vr pisah ya sama mekanik nya ini di 2014?
    gmn tuh? ada penjelasan lebih lanjut?
    soalnya saya 1000% awam tentang ginian,,
    jarang baca berita nya cm sekilas2 aja..

  4. monkeymotoblog berkata:

    Wah padahal Mas Agus tulisannya bagus euy, lanjutin mas, hehehe

    • duniahariyadi berkata:

      Weh ada tamu berbulu hehehehe. Iya nih mas bloggingnya mood-mood-an. Kalau lagi rajin ya rajin, tapi pas kumat malesnya ya nganggur aja blognya.
      Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tinggalkan Balasan ke monkeymotoblog Batalkan balasan